Tulisan Indah Itu Hanya Peristiwa, Cara Kamu Menulislah Yang Hebat.

Minggu, 31 Mei 2015

Di Bawah Umur Udah Merokok, Mau Jadi Apa Bangsa Ini?

with 0 Comment
Kalau dulu Indonesia di jajah oleh negeri kincir angin, belanda, dan sekarang Indonesia di jajah negerinya sendiri. Alasannya simpel, karena Indonesia masih belum bisa menjajah negara lain. Hehe

Ngomongin tentang bangsa ini, sebenarnya banyak banget yang masih rumit. Mulai dari pendidikan, percaturan politik, ekonomi negeri, dan lain-lain. Namun bertepatan dengan Hari Tanpa Rokok 31 mei 2015, sekarang saya ingin sedikit membahas tentang merokok yang entah bagaimana serta penerapan peraturan dan regulasinya terhadap anak-anak dibawah umur yang sudah kecanduan merokok.



Sebenarnya pemerintah punya peran penting terkait menyelamatkan karakter anak bangsa agar tidak terjerumus ke karakter belum waktunya. Terkait dengan merokok, sebenarnya Pemerintah sudah memiliki peraturan. Namun entah saya kurang paham jelasnya, yang jelas anak-anak di bawah umur masih banyak ku lihat merokok. Baik ketika aku melihatnya mereka di jalan, di lingkungan mereka, dan yang lebih miris lagi ketika aku melihat mereka merokok sedang mereka masih memakai atribut sekolah. Mau jadi apa bangsa ini?

Masih banyak ku temukan di kampungku sendiri anak-anak di bawah umur yang merokok dengan bergaya ala orang dewasa. Ada yang ketika mereka berangkat ngaji, pulang dari ngaji, ada pula yang lagi nongkrong. Terkadang aku melihatnya mereka merokok sedang disamping mereka ada beberapa orang tua yang sepertinya tidak mempermasalahkan perilaku anak-anak sebelah mereka. Sepertinya aku merasa lingkungan tempat aku besar itu masih kurang kesadarannya bahwa sikap mereka yang tidak melarang anak-anak disekitar mereka yang merokok itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan bangsa ini. Atau setidaknya bagi perkembangan desa mereka sendiri termasuk aku. Atau mereka belum tau betul bahaya rokok itu seperti apa, terlebih bagi anak-anak.

Beberapa referensi termasuk dari situs KPA, dalam penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2004 menunjukkan data sebagai berikut :

Remaja mulai merokok umur 7 – 12 tahun sebanyak 20,84 % untuk laki-laki dan 4, 17 % untuk perempuan.

Umur 13-15 tahun laki-laki sebanyak 12,50 % dan bagi perempuan sebanyak 8,33 %.

Umur 16 – 18 tahun laki-laki sebanyak 47,92 % dan bagi anak perempuan sebanyak 6,25 %.

Lantas, bagaimana sekarang ? wallahu a'lam. Yang jelas aku rasa sudah waktunya pemerintah mengambil sikap terhadap kejadian ini. Dan yang lebih mengambil peran penting adalah lingkungan. Karena jujur saja, saya sendiri terkadang masih menemukan teman sebayaku yang perokok menawarkan rokok terhadap anak-anak di bawah umur di sekitar mereka. Aku yang jelas hanya bisa melarang secara verbal, tak bisa lebih.

Perang keluarga dan lingkungan sangat penting dalam hal ini. Aku rasa, iklan di televisi tidak banyak berpengaruh terhadap sikap anak-anak yang ingin merokok itu. Kenapa ? Karena faktor utamanya adalah lingkungan dan pergaulan. Meskipun di rumah orangtuanya tidak merokok tapi anak-anak sebayanya sudah bisa merokok, pasti dia akan mencoba, entah dari keinginannya sendiri ataupun ajakan temannya. Seandainya sebaliknya, tentu anak akan berfikir, "orangtuaku saja merokok, mengapa aku tak boleh?"

Saya sendiri dulu merokok jelas kelas 2 MI. Pada waktu itu hal itu masih sembunyi-sembunyi. Saya masih ingat penyebab awal aku merokok, adalah lingkungan. Teman-teman sebayaku pada waktu ada beberapa yang sudah merokok, terkadang sama senior ada yang nawarin rokok. Namun sejak aku di vonis kena penyakit paru-paru basah, aku mulai mengurangi merokokku. Hingga sekarang saya sudah tidak merokok. Ya, walaupun keinginan merokok terkadang ada, namun saya juga sadar akan kesehatanku sendiri. Anak kecil mah gak tau apa-apa kalau gak edukasi dilingkungannya tidak mengajarinya. Bayangkan coba meskipun anak itu cerdas, pas sudah tua kepintarannya belum sempat disumbangsih udah mati. So, saya setuju kalau sebagian orang bilang bahwa merokok itu merusak bangsa.

Jumat, 29 Mei 2015

Pacaran ? Itu Mah Terlalu Mainstream

with 0 Comment
Beberapa sinar matahari, memancar hingga mengenai beberapa jari tanganku. Pas, ketika aku berada di bawah sebuah gazebo. Ya pagi ini saya sedang asyik menyendiri ditemani suara canda tawa insan yang berada disekitarku. Aku tidak mengenal mereka. Entah apa yang mereka perbincangkan. Terkadang fokusku teralihkan canda tawa mereka. Atau memang karena mereka yang terdekat dengan posisi dudukku atau memang selalu ada celetukan yang konyol dari mereka.



Lalu terbesit dalam benakku, kenapa hidup "mereka" harus memiliki pacar? padahal menurutku di zaman sekarang pacaran itu sangat mainstream. Terlepas dari bahwa diriku sendiri tidak minat sama yang ama namanya pacaran, meski terkadang aku tergiur ketika melihat sepasang muda mudi seusiaku manggil memanggil "sayang" atau sejenisnya. Namun terkadang aku merasa pacaran itu mah hanya sebagai pelampiasan bahwa kita butuh teman, sandara. Yang kalau dilihat dari segi agama Islam, pacaran itu jelas dilarang. Meskipun ada saja orang yang berpendapat pacaran Islami itu ada. Yakni pacaran yang semua kegiatannya tidak melanggar aturan syariat, entah itu yang terkadang dibilang cinta monyet, atau pacaran pasca-nikah.

Pacaran itu mainstream. gak ada yang spesial. aku bilang begitu bukan berarti aku belum tau rasanya pacaran. Memang belum ada "ikrar" kalau pernah pacaran, namun kalau melakukan kegiatan sebagian perbuatan pacaran yang umumnya dilakukan oleh muda-mudi, aku pun juga pernah. Entah itu berupa saling mencintai hingga saling memanggil "sayang-sayangan". Ya mungkin itu terlalu cemen, namun bukan karena apa, tetapi hanya aku masih memegang prinsip bahwa pacaran itu dilarang agama. Meski aku sebagai manusia yang normal, terkadang kepingin kayak muda-mudi umumnya yang "melanggar" aturan agama.

So, pacaran yang spesial itu mah kalau menurut agama Islam, ya pacaran pasca-nikah. :D

Sumber :
gambar di ambil dari imgoli.com

Jumat, 22 Mei 2015

Revitalisasi Revormasi Pendidikan Di Indonesia

with 0 Comment
Enam belas tahun lebih pasca reformasi 1998 telah berlalu, pemilu ke pemilu sudah berlangsung empat kali, silih berganti presiden, para dewan rakyat, puluhan partai sudah didirikan, propinsi dan kabupaten baru sudah banyak dibentangkan. Namun, indonesia tidak banyak mengalami perubahan baik dari segi ekonomi, politik, sosial, maupun pendidikan. Terlebih pendidikan sendiri di Indonesia yang masih silang sengkarut. Padahal berawal dari pendidikanlah problematika-problematika yang melanda Indonesia baik ekonomi, politik, juga sosial dapat berubah lebih baik. Namun, pasca reformasi harapan-harapan maupun agenda-agenda yang dulu pernah digembar-gemborkan, semua hanyalah janji yang berlalu bersama angin.

Pendidikan yang sejatinya merupakan sarana penting untuk menuai kesuksesan di masa depan. Kita tahu hal tersebut, namun kenyataannya kenapa pendidikan di Indonesia masih carut marut ? dengan berbagai kegalauan sistem pendidikannya. Seperti pro-kontra kebijakan Ujian Nasional (UN) yang masih saja hangat diperbincangkan oleh warga diberbagai pelosok negeri ini.


Berbagai konsep, metode, paradigma sudah sering bermunculan sebagai varian untuk mewujudkan reformasi pendidikan yang lebih baik. Termasuk demokrasi pendidikan yang masih perlu dibenahi untuk mewujudkan pendidikan yang produktif.  Karena tingginya kualitas pendidikan berkorelasi positif sebagai kontrol sosial terhadap pembangunan demokrasi politik.

Oleh karena itu, adanya reformasi pendidikan di Indonesia perlu di revitalisasi. Yang hasilnya akan dilihat dari bagaimana out put pendidikannya. Out put pendidikan adalah hasil dari bagaimana proses pendidikan diajarkan dan mampu diimplementasikan seorang peserta didik bagi kehidupannya. Setinggi apapun pendidikan seseorang akan nampak bila ia mampu mengaplikasikannya dalam praktik yang nyata. Tidak sekedar bergulat dengan teori-teori belaka. Artinya pendidikan bukan hanya wacana, wawasan dan pengetahuan. Lebih daripada itu, pendidikan merupakan mesin pencetak manusia unggul, manusia paripurna.

Pendidikan perlu dipandang sebagai bagian dari sikap dan moral yang berkembang dimasyarakat. Kita hidup di masa yang segalanya seakan sudah dimanjakan, sudah disediakan hingga kita dilupakan bagaimana mereka membuat semua itu bahkan kita dibuat hanya terkagum-kagum oleh buaian atas apa yang sudah dihasilkan oleh manusia atau bisa disebut para penikmat. Barang-barang dari besi yang dirangkai menjadi berbagai alat untuk memanjakan manusia. Kita sering mendengar pesan Rasulullah saw. Untuk kita agar belajar (berproses dalam pendidikan) meski ke negeri cina. Namun hal itu seakan angin yang pasti berlalu.

Manusia adalah makhluk yang dilengkapi oleh Allah sarana berpikir. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia hampir tidak pernah berpikir.

Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Namun dari sekian pilihan yang harus dipikirkan oleh kita adalah berpikir sebagaimana mestinya. Maksudnya yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan secara mendalam oleh setiap orang ialah tujuan dari penciptaan dirinya, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya.

Pernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah diciptakan dari sebuah ketiadaan?
Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda lihat di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memiliki bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatnya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika anda sedang tidur, yang menghancur luluhkan rumah, kantor dan kota anda hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa detik saja anda pun kehilangan segala sesuatu yang anda miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan anda berlalu dengan sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?
Pernahkan anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?
Jika demikian, pernahkan anda berpikir mengapa manusia demikian terbelenggu oleh kehidupan dunia yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?

Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah. Dengan harapan manusia khususnya bangsa Indonesia kembali kepada kepribadian yang luhur dan mulia, sehingga meminimalis orang-orang “berpendidikan” yang berperilaku tidak berpendidikan seperti korupsi dan sejenisnya.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:

"Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)

Dengan demikian, sebuah reformasi dalam pendidikan meskipun pernah dirumuskan namun sangat dimungkin merevitalisasikannya. Agar tujuan manusia hidup dari kecil hingga besar (waktu yang singkat) tidak sia-sia.

"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13).

Rabu, 20 Mei 2015

Antara Moderat, Revolusi, Dan Extrem

with 0 Comment
Revolusi memakan anaknya sendiri. Tragedi 1998 sudah cukup menjadi saksi bahwa revolusi itu kejam. Namun, tidak tegas, kompromistis, atau “banci” terkadang disematkan pada orang-orang yang modetar. Padahal orang moderat biasanya yang mendekati kebenaran. Maskipun serasa hambar tentang orang-orang yang yakin kepada benarnya ucapan bahwa “sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah.”

Apalagi di suatu masa yang sedang membutuhkan kobaran api semangat, hentakan kaki, atau gemertak geraham, sikap moderat sering dianggap banci. “banci” adalah sesuatu yang menjijikkan, terutama bagi mereka yang menyenangi kejantanan. Atau sering pula dianggap keterlambatan kaum intelektual yang selalu cukup untuk dihina oleh mereka para pecinta “aksi”.



Kejadian seperti ini mungkin pernah terjadi di negeri Indonesia ini di masa Soeharto, mereka yang lebih bersikap diam akan dicemooh dan mereka yang memprotes akan dianggap pahlawan. Atau sepertinya banyak kisah hero di bumi ini yang tak kalah seru kisahnya.

Seorang revolusioner mungkin adalah seorang yang harus memihak – ada kawan ada lawan. Revolusi adalah permusuhan. Ia menghendaki sikap kekerasan sikap, karena dia bisa jadi harus bergulat. Dia harus menyempitkan pandangan, karena dia bisa jadi harus membidik. Di tahap-tahap pertama, revolusi selalu akan menggertak, mengancam, membasmi, mencurigai. Tak heran kalau revolusi itu mulia meski mengandung teror.

Indonesia yang sudah menjadi negeri yang berdaulat, tidakkah kita kembali kepada sikap moderat ? moderat dalam sikap berpikir. Pada saat itu kita surut sebentar dari pendirian yang tegas, jelas, dan tidak ditengah-tengah. Namun jika ada yang pilih setelah berpikir maka itu adalah pilihan yang dasar, keberanian untuk berpikir bebas. Bukan sekedar berani menghadapi pikiran-pikiran lawan yang kita anggap bebal, tapi berani menghadapi kesimpulan kawan sepaham dan diri kita sendiri, yang biasanya kita anggap pintar.

Revolusi adalah mencapai harapan, moderat adalah berpikir bebas, dan extrem adalah penghianatan pada moderat dan revolusi.

Ahh, revolusi toh sudah sering dikhianati.


NB : Tulisan ini terinspirasi oleh tulisannya Goenawan Muhammad dalam bukunya Catatan Pinggir (maaf lupa halaman dan judulnya sudah lupa)

Jumat, 15 Mei 2015

Komunisme Dan Islam Di Indonesia

with 0 Comment
Hidup ibarat berkelana, mencari nilai dari kehidupan. Globalisasi seakan menjadi daging dalam pikiran dewasa ini. Seseorang dipaksa menjadi skrup-skrup disetiap sendi kehidupan, bergerak tanpa mempedulikan seruan keletihan yang tak kunjung diam. Kalau perlu suntikan tenaga untuk memaksa bergerak pada kejamnya globalisasi. Post-modernisme selalu berteriak mengingatkan kekejaman yang masih akan datang.


Sudah setengah abad lebih Indonesia memproklamasikan menjadi Negara berdaulat, Negara yang merdeka. Perjalanan bangsa ini sungguh menguras tenaga penuh keringat para pejuangnya. Pergerakan-pergerakan yang berada didalamnya, baik yang muncul dipermukaan dan yang dengan samar-samar melangkahkan kaki mencari kemerdekaan.

Komunisme dan Islam memang berbeda, keduanya bertentangan dalam hal kajian. Komunisme sebagai penalaran rasional dan objektif, dan Islam sebagai keimanan dan kepercayaan. Kebenaran diantara keduanya juga berbeda, agama bersifat absolut sedang komunisme merupakan ideologi bersifat relatif nan hipotesis.

Komunisme pada perjalanannya di dunia memang suatu gerakan revolusioner. Sebuah manifesto politik pada tahun 1848 yang dirangkai oleh dua orang filsuf barat ; Karl Marx dan Friedrich Engels. Sebuah ideologi yang memperjuangkan kelas dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian berubah menjadi alat perlawanan terhadap imperialism-kolonialisme.  Selain berkembang di dunia komunis juga berkembang pesat di Indonesia pada awal abad 20, yakni disaat pergerakan mulai bermunculan yang dipelopori oleh Budi Utomo sebagai sekolah rakyat.

Di Indonesia paham marxisme dibawa oleh seorang sosialis dari belanda bernama Henk Sneevliet. Karena jiwa berontaknya terhadap imperialis di belanda dia menjadi daftar buronan yang selanjutnya mengantarkannya ke Indonesia. Disinilah Sneevliet mulai menyusup mendoktrin orang Indonesia khususnya Sarekat Islam (SI). Lantas muncul pertanyaan, kenapa di Indonesia pada permulaan diterimanya paham komunis diterima oleh kebanyakan kaum muslim bahkan yang agamis, seperti Haji Misbach yang taat beragama dapat menerima komunis?

Komunis sebagai basis perlawanan, pembebasan, pemberontakan terhadap penindasan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan Islam dan Komunis yakni Marxisme sebagai landasan memiliki satu tujuan, yakni menghapus penindasan. Haji Misbach berpandangan bahwa nilai-nilai Islam berpihak pada kaum tertindas. Hal inilah yang mempertemukan Islam dan Marxisme dalam suatu visi. Misbach, menangkap Islam sebagai agama yang revolusioner yang dalam sejarah Nusantara telah menimbulkan pemberontakan-pemberontakan lokal yang bertema pembebasan. Meskipun pada perjalanannya lika liku perjuangan kaum komunis Indonesia tak sedikit mendapat hambatan, yang kemudian ada perpecahan dalam tubuh SI; SI merah dan SI putih. Bahkan Agus Salim selepas ditangkapnya Tjokroaminoto, melakukan pembersihan dari nilai-nilai komunisme.
Kalangan ulama-ulama banten juga menerima komunisme karena kekecewaan mereka pada kepemimpinan Tjokroaminoto. Banyak kalangan tokoh dan ulama Islam yang menerima komunis pada waktu itu, bahkan mereka bersama pendekar memainkan peranan penting dalam pemberontakan PKI pada 1926.

Tan Malaka juga mempertanyakan dalam pidatonya Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922, apakah komunis di Indonesia akan berpihak pada Pan-Islamisme ?
Pada awal berdirinya Komunis di Indonesia, sebagai mana dijelaskan di atas bahwa komunis bekerja sama dengan kaum muslim yang terikat dengan organisasi terbesar di Indonesia yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 Sarekat Islam memiliki lebih dari sejuta anggota, diperkirakan sebanyak tiga atau empat juta. Pergerakan mereka bisa dibilang sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan dan sangat revolusioner. Propaganda yang dilakukan kaum komunis ditubuh SI berbuah hasil. Sarekat Islam menggunakan slogan kaum komunis hanya dalam bentuk yang berbeda: “Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar!.”
Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik.

Terlepas dari pemberontakan kaum komunis di negeri ini yang terpatahkan, juga kejadian Gerakan 30 September yang mengambing-hitamkan para komunis yang tergabung di PKI, komunis dan Islam pernah harmonis bahkan keduanya saling menyokong dalam kemerdekaan republik Indonesia.
“Masuklah kalian ke dalam Islam secara penuh (QS: al-Baqarah [2]: 208)”
Gus Dur berkata, kedamaian yang mempunyai makna bagi universalitas nilai.  Saya reinterpretasi bahwa kaum muslim harus selamat (islam) tidak hanya dalam akidah melainkan juga dalam kemakmuran, kesejahteraan, dan melawan terhadap penindasan.